sejarah persija dan the jakmania
Buat yang masih bingung kenapa Persija warna merah ,Jakmania warna oranye?
Lbih dari satu dekade lamanya Persija Jakarta kental dengan nuansa
oranye sebagai warna kebesaran. Oranye pun setia menjadi warna kostum
utama Persija dalam mengarungi kompetisi sepakbola Indonesia. Namun
baru-baru ini, Persija mulai tak lagi menggunakan warna oranye. Saat ini
Persija mulai mengenakan jersey kemerah-merahan.
Menilik sejarah
perjalanan Persija di pentas sepakbola nasional, warna oranye memang
bukan warna asli Persija. Sejak terbentuk pada November 1928 silam,
dengan nama awal Voetbalbond Indonesische Jacatra (VIJ), Persija
sebenarnya memilih merah sebagai warna utama yang menghias kostum
tanding mereka kala itu.
Pemilihan merah dan putih sebagai warna
kebesaran bukanlah tanpa alasan. Allie dan Soeri, dua sosok dibalik
terbentuknya VIJ, memiliki cita-cita besar dengan menjadikan VIJ sebagai
alat perjuangan untuk memerdekakan bangsa dari tindak-tanduk
kolonialisme. Artinya, VIJ terbentuk dengan cita-cita dan nilai-nilai
nasionalisme yang kuat.
Pada 1934, dalam artikelnya yang bertajuk
“V.I.J Sopoeleh Tahoen”, Surat Kabar Pemandangan menerangkan bahwa
makna merah dan putih sebagai warna kebesaran VIJ merupakan lambang
semangat perlawanan dari tindak-tanduk kolonialisme Belanda kala itu.
“Merah adalah kekoeatan dan Poetih adalah kehaloesan.”
Kiprah VIJ
di kompetisi Perserikatan sebelum kemerdekaan terbilang luar biasa. VIJ
merupakan kesebelasan sarat prestasi. Mereka tercatat sebagai
kesebelasan pertama yang meraih gelar juara di kompetisi Perserikatan
1931. Hingga 1938 empat gelar juara Perserikatan diraih VIJ.
Saat
Indonesia merdeka dan VIJ mengubah nama menjadi Persija, merah dan
putih dipertahankan sebagai warna khas klub ibu kota itu. Masa keemasan
dirasakan dalam rentang tahun 1964 hingga 1979. Saat itu Persija mampu
menggondol empat trofi Perserikatan.
Di era Liga Indonesia, yang
ditandai dengan meleburnya kompetisi Perserikatan dan Galatama pada
1994, awan hitam masih menyelimuti Persija. Selain prestasi yang terus
merosot, krisis keuangan pun menjadi masalah lain yang dihadapi kala
itu.
Titik terang pun muncul. Tepatnya pada 1996, saat tampuk
kepemimpinan Persija berpindah tangan ke Sutiyoso, yang juga menjabat
Gubernur DKI Jakarta kala itu. Kehadiran sosok yang karib disapa Bang
Yos itu membawa angin perubahan bagi Persija.
Perubahan secara
besar-berasan dilakukan di era awal kepemimpinan Bang Yos. Di sinilah
warna kostum utama Persija diubah dari merah menjadi oranye. Pada Bola,
Bang Yos mengungkapkan alasan perubahan warna jersey utama Persija dari
merah ke oranye karena terinspirasi dengan warna jersey utama timnas
Belanda. Bang Yos begitu terpukau dengan gaya main Belanda yang
mengusung total football. Harapannya, dengan perubahan warna kebesaran
dari merah ke oranye Persija bisa bermain layaknya timnas Belanda.
Perubahan warna dasar kostum utama Persija dari merah ke oranye
disetujui oleh semua pengurus dan anggota klub. Pada 1997, Persija resmi
mengenakan jersey utama berwarna oranye. Sosialisasi perubahan warna
kebesaran tersebut semakin masif. Apalagi di tahun yang sama, kelompok
suporter Persija – Jakmania pun lahir dengan mengusung warna kebesaran
oranye.
Semangat baru Persija dengan balutan warna oranye berbuah
manis. Mereka bukan lagi kesebelasan papan bawah. Performa Persija
lambat laun meningkat. Khitah sebagai klub papan atas pun kembali
mengiringi perjalanan Persija di kompetisi. Puncaknya saat mereka
menjuarai kompetisi Liga Indonesia 2001.
Saat Bang Yos turun jabatan dari posisi Pembina Persija pada 2006, warna oranye masih setia digunakan Macan Kemayoran.
Tak lama setelah Bang Yos meletakkan jabatan sebagai Pembina Persija,
Macan Kemayoran justru kembali dilanda kemurungan. Tepatnya pada 2011,
masalah keuangan kembali membelit Persija. Apalagi, saat itu Persija
sudah tak diperkenankan lagi menggunakan dana APBD untuk menopang
kebutuhan operasional tim di kompetisi. Krisis yang melanda, membuat
prestasi Persija terus melorot. Di kompetisi mereka sering terlempar
dari persaingan di posisi papan atas.
Menjelang perayaan ulang
tahun ke-87 Persija, semua pengurus dan anggota klub bersepakat
mengembalikan merah sebagai warna kebesaran Persija. Tujuan
mengembalikan merah sebagai warna kebesaran Persija dilakukan bukan
karena untuk meluruskan sejarah.
Pengurus juga pada saat itu
ingin mengembalikan semangat kejayaan Persija yang tengah terhuyung kala
itu. Sebenarnya, penggunaan warna merah di jersey Persija sudah mulai
digalakkan dari tiga tahun sebelumnya. Namun saat itu kostum berwarna
merah tak dijadikan sebagai warna untuk kostum utama. Artinya hanya
pendamping dari kostum utama yang berwarna oranye, dan putih sebagai
kostum kedua.
Perubahan warna jersey utama Persija dari oranye ke
merah secara terang-terangan mulai terlihat saat mentas di Indonesia
Soccer Championship (ISC) 2016. Warna merah ini terus dipertahankan
hingga berakhirnya kompetisi Liga 1 Indonesia 2017. Di kompetisi Liga 1
2018, Persija semakin mantap menggunakan merah sebagai warna
kebesarannya.
“Warna merah itu kan merupakan warna legendaris
Persija. Banyak prestasi yang ditorehkan Persija saat masih menggunakan
warna utama merah ini, khususnya di zaman Perserikatan dulu,” kata
Direktur Persija, I Gede Widiade, saat kami hubungi.
“Harapan,
tentunya dengan perubahan warna kembali ke merah ini bisa menjadi
pelecut semangat para pemain untuk bisa memberikan yang terbaik untuk
Persija. Harapannya tentu bisa mengulang kejayaan seperti dulu lagi.”
Meski kini Persija telah kembali menjadikan merah sebagai warna
kebesarannya, bukan berarti mereka melupakan begitu saja oranye yang
dalam 18 tahun terakhir (kurang lebih sejak tahun 1997 hingga 2015)
menjadi warna kebesaran. Apalagi, warna oranye telah melekat sebagai
warna kebanggaan Jakmania.
Manajemen Persija pun mengambil
langkah dengan tetap menggunakan oranye sebagai salah satu warna jersey
di kompetisi Liga 1 2018.
terima kasih sudah mampir halaman saya yah thejakkkk!MANIAA